Minggu, 18 Maret 2012

Fallacies: Argumentum Ad Verecundiam


Fallacies: Argumentum Ad Verecundiam

oleh Iman Katolik pada 2 Januari 2012 pukul 20:27 ·
Fallacies: Argumentum  Ad Verecundiam atau dalam bahasa Indonesianya disebut Kesesatan Berpikir: Argumen yang berdasarkan Otoritas adalah sebuah pemikiran yang salah dalam melakukan sebuah dialog yang sehat, kesesatan berpikir ini digunakan oleh orang-orang terhadapOtoritas yang salah, tidak pada tempatnya, patut dipertanyakan, tidak berguna dan tidak ada hubungannya. Dalam berdialog sehat, apalagi dialog agama, Gereja Katolik menolak cara berdialog dengan pemikiran ini, kita tahu Gereja Katolik memiliki Otoritas yang pasti dalam Pengajaran Katolik-Nya, dan Otoritas tersebut bukan pada seseorang, bukan juga berdasarkan perasaan orang (argumen menggunakan perasaan juga adalah cara berpikir yang sesat/Fallacies), adalah Magisteriumlah yang mempunyai Otoritas dalam hal pengajaran Katolik dimana pengajaran Magisterium berpegang pada Tradisi Suci dan Kitab Suci, dimana Yesus memberikan otoritas pengajaran hanya kepada Magisterium. Kita akan mengambil contoh-contoh cara berpikir sesat ini (nama-nama adalah fiktif/tidak nyata, apabila ada menggunakan nama nyatapun tidak bermaksud untuk mendiskreditkan nama orang tersebut, dalam arti hanya mengambil/meminjam namanya sebagai contoh):

1. Otoritas yang salah:si Andi dan Budi berdiskusi mengenai ajaran Katolik tentang Aborsi:Si Andi mengatakan Aborsi itu boleh karena Romo Agus mengajarkan demikian, Si Budi mengatakan sebaliknya dengan Argumen yang diberikan berdasarkan apa yang diajarkan Magisterium (baik berupa dokumen-dokumen Gereja).

dalam hal ini si Andi melakukan kesesatan berpikir Argumentum  Ad Verecundiam, karena si Andi menggunakan Otoritas yang salah.


2. Otoritas tidak pada tempatnya:
Si Arif Dokter dan pernah mengikuti acara seminari Katolik dari Inggrid Katolisitas.org, si Arif menyimpulkan bahwa bu Inggrid sangat dangkal dan kurang berpengalaman dalam menjelaskan Ajaran Katolik

dalam hal ini si Arif yang adalah sebagai Dokter telah melakukan kesesatan berpikir Argumentum  Ad Verecundiam, karena menggunakan Otoritas tidak pada tempatnya dalam berkesimpulan bahwa bu Inggrid Katolisitas.org dangkal dan kurang berpengalaman dalam menjelaskan Ajaran Katolik, ada perbedaan disini bahwa si Arif menggunakan Otoritasnya sebagai Dokter untuk menyimpulkan sesuatu yang dimana bukan dalam Otoritas si Arif, tetapi akan menjadi cara berpikir/ argumen yang benar apabila si Arif yang berprofesi sebagai Dokter menyimpulkan bahwa bu Inggrid Katolisitas.org masih dangkal menjelaskan Ajaran Katolik apabila si Arif melampirkan dokumen-dokumen dari Otoritas yang memiliki kapasitas dalam masalah tersebut (dalam hal ini Magisterium)


3. Otoritas yang Patut diPertanyakan:
admin Katolik Menjawab melakukan argumentasi dengan tidak membawa dokumen Magisterium

dalam hal ini admin KM melakukan Argumentum  Ad Verecundiam karena admin KM menggunakan otoritas mengajarkan ajaran Katolik berdasarkan apa yang menurut admin benar (menggunakan pemikiran/perasaan subjektif/berdasarkan perasaan/pemikiran diri sendiri) bukan berasal dari Magisterium


4. Otoritas yang Tidak berguna:
Romo Kevin adalah profesor Fisika, karena pasti pintar, maka romo Kevinpun ketika mengajarkan Ajaran Katolik pasti benar.

dalam hal ini orang yang menganggap romo Kevin dalam pengajaran Ajaran Katolik pasti benar telah melakukan kesesatan berpikir Argumentum  Ad Verecundiam, karena Otoritas yang pasti benar dalam mengajarkan Ajaran Katolik berada pada Magisterium.


5. Otoritas yang Tidak ada Hubungannya:
si Ardine berdiskusi dengan si Jiwo mengenai Bunda Maria apakah pantas disebut Bunda Allah atau tidak, kedua-duanya adalah orang Katolik (baik Ardine dan Jiwo), Ardine beragumen berdasarkan apa yang diajarkan Magisterium, si Jiwo menggunakan pendapat/argumen seorang Atheis.

Jiwo telah melakukan Argumentum  Ad Verecundiam karena menggunakan pendapat seorang Atheis mengingat Jiwo adalah orang Katolik, akan menjadi cara berpikir yang tidak sesat apabila si Jiwo ini adalah bukan non-Katolik/ seorang Atheis.


ut habeatis fidem in Eclessia Catholica

Komentar