Senin, 16 Januari 2012

Iman Katolik

BELAJAR MEMBELA IMAN KATOLIK BERSAMA ORIGINES (185-254)

Origines, pengajar iman dari abad ke-2. Ia semula adalah seorang katekis awam, kemudian ditahbiskan menjadi imam. Ia adalah anak dari seorang martir. Maksudnya orangtuanya adalah termasuk yang mati terbunuh dalam masa penganiayaan kepada orang kristen. Tanpa diragukan lagi Origines memiliki kecerdasan kristiani sekelas St. Paulus danSt. Agustinus

Origines bersama dengan Justinus, Iraeneus dan Tertulianus adalah pewarta iman pada abad ke-2 dan ke-3. Kita mungkin berfikir bahwa tantangan iman zaman sekarang sudah berbeda jauh dari dulu. Karena di zaman modern ini orang-orang sudah berfikiran sangat maju dan ilmiah. Maka tantangan iman zaman dahulu itu lebih mudah dari zaman sekarang. Mungkin anggapan itu tidak seluruhnya benar, bila kita mengetahui apa yang dihadapi oleh mereka.

Pada waktu kekristenan awal baru diwartakan, ajaran itu sudah banyak mengalami ejekan dan cemooh. Ada seorang pandai bernama Celsus yang sampai menulis buku yang berisi ejekan dan hinaan kepada ajaran kristen berjudul Contra Cristianum. Buku itu dikenal luas di kekaisaran Romawi dan sangat berpengaruh bagi kalangan cerdik pandai. Isinya antara lain: orang-orang kristen itu adalah orang-orang bodoh dan tidak terdidik, mereka percaya kepada hal-hal yang tidak masuk akal, pertobatan mereka kepada kekristenan juga hanya merupakan taktik dan manipulatif, Kitab Suci mereka penuh kontradiksi.

Tuduhan Celsus itu di zaman kita ini ternyata juga tetap relevan. Banyak dari umat kita memang adalah orang-orang sederhana. Mereka sebenarnya tidak tahu banyak tentang isi ajaran iman seperti yang seharusnya. Bahkan kelompok umat yang pandai di bidang ilmu mereka masing-masingpun tidak tahu banyak di bidang ajaran iman Gereja. Motivasi pertobatan juga bermacam-macam dan bisa merupakan taktik dan manipulatif juga. Ada motivasi menjadi katolik yang tercampur dengan keinginan menikah dengan pasangannya yang katolik dan motivasi lain yang tidak murni. Bahkan motivasi panggilan menjadi imam atau hidup baktipun bisa merupakan taktik dan manipulatif.

Tentang Kitab Suci yang penuh kontradiksi hampir jelas dengan sendirinya. Yesus dalam Perjanjian Baru mewartakan Allah Bapa yang penuh kasih, tetapi Umat Israel Perjanjian Lama mewartakan Yahwe yang membunuh anak sulung Mesir. Tuhan PL itu gemar perang dan membasmi seluruh suku bangsa yang sekarang ini namanya genocida atau pembasmian etnis. Sampai-sampai P. Jan van Paassen mengusulkan kepada seksi Liturgi di Roma untuk merevisi seluruh Lectionarium (Bacaan Misa) supaya dipilih kutipan yang sesuai dengan perasaan orang zaman sekarang yang sudah lebih sadar akan hak-hak azasi manusia. Dan bagian-bagian kontradiksi dari Kitab Suci itu hanya untuk para ahli saja, bukan untuk awam pada umumnya.

Origines menjawab semua tuduhan yang dihadapinya pada waktu itu dengan menulis buku Contra Celsum (melawan Celsus). Ia mulai dengan yang paling dasar bahwa iman kristiani tidak diwartakan berdasarkan argumentasi. Kebenaran injil tidak tergantung dari argumentasi manusia dan bahkan tidak tergantung dari keyakinan seorang kristiani, melainkan tergantung dari fakta-fakta obyektif dan demonstratif dari wahyu itu sendiri. Pertobatan seorang kristiani juga tidak berasal dari penyimpulan silogisme. (Contoh silogisme ialah: Orang Bali pandai menari. Made adalah orang Bali. Jadi, Made pandai menari. Padahal Made Miasa, Made Putrayasa, Made Mudita dan Made Yono tidak bisa menari).

Origines menjawab Celsus dengan mengatakan: Iman kristiani berdasarkan pada kenyataan, bukan pada argumentasi; yaitu kenyataan tentang kuasa Yesus yang telah nyata bagi semua orang; kenyataan itu tidak tergantung dari persepsi orang. Maka sejak awal, Gereja mewartakan Injil bukan dengan argumentasi, melainkan dengan proklamasi. Memang tidak bisa dihindari bahwa proklamasi atas kenyataan itu akan menghadapi penolakan.

Walaupun Origines menyatakan bahwa pewartaan Injil tidak berdasaran argumentasi, namun ia tidak menghindari argumentasi. Sebaliknya, ia menggunakan seluruh kemampuan rasionalnya juga untuk berargumentasi membela iman. Ia mengajak umat kristen untuk tidak takut berargumentasi menghadapi orang yang melawan ajaran iman kita. Ia yakin bahwa iman kristen tidak bertentangan dengan rasio. Gagasan ini kemudian akan berkembang menjadi “hukum kodrati” atau lex naturalis yang bisa berarti “ordo naturae” (hukum alam) dan “ordo rationis” (hukum akal). Hukum kodrati ini bisa menjadi “landasan bersama” pencarian kebenaran.

Kekristenan tidak berdasarkan pada argumentasi rasional, namun dengan senang hati akan menawarkan argumentasi rasional untuk menggunakan akal budi manusia sebagai kunci pembuka pintu masuk menghadapi tantangan kebudayaan pada setiap zaman, supaya kebenaran Kristus makin nampak cemerlang di hadapan semua orang.

Sujoko msc

Sumber inspirasi dari :
Dr. Jamie Blosser, Assistant Professor of Theology at Benedictine, teaches courses in church history, ecclesiology and New Testament
Source : https://www.facebook.com/gerejakatolik/posts/10150697859584638

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar