BELAJAR MEMBELA IMAN KATOLIK BERSAMA ORIGINES (185-254)
Origines, pengajar iman dari abad ke-2. Ia semula adalah seorang
katekis awam, kemudian ditahbiskan menjadi imam. Ia adalah anak dari
seorang martir. Maksudnya orangtuanya adalah termasuk yang mati terbunuh
dalam masa penganiayaan kepada orang kristen. Tanpa diragukan lagi
Origines memiliki kecerdasan kristiani sekelas St. Paulus danSt.
Agustinus
Origines bersama dengan Justinus, Iraeneus dan
Tertulianus adalah pewarta iman pada abad ke-2 dan ke-3. Kita mungkin
berfikir bahwa tantangan iman zaman sekarang sudah berbeda jauh dari
dulu. Karena di zaman modern ini orang-orang sudah berfikiran sangat
maju dan ilmiah. Maka tantangan iman zaman dahulu itu lebih mudah dari
zaman sekarang. Mungkin anggapan itu tidak seluruhnya benar, bila kita
mengetahui apa yang dihadapi oleh mereka.
Pada waktu
kekristenan awal baru diwartakan, ajaran itu sudah banyak mengalami
ejekan dan cemooh. Ada seorang pandai bernama Celsus yang sampai menulis
buku yang berisi ejekan dan hinaan kepada ajaran kristen berjudul
Contra Cristianum. Buku itu dikenal luas di kekaisaran Romawi dan sangat
berpengaruh bagi kalangan cerdik pandai. Isinya antara lain:
orang-orang kristen itu adalah orang-orang bodoh dan tidak terdidik,
mereka percaya kepada hal-hal yang tidak masuk akal, pertobatan mereka
kepada kekristenan juga hanya merupakan taktik dan manipulatif, Kitab
Suci mereka penuh kontradiksi.
Tuduhan Celsus itu di zaman kita
ini ternyata juga tetap relevan. Banyak dari umat kita memang adalah
orang-orang sederhana. Mereka sebenarnya tidak tahu banyak tentang isi
ajaran iman seperti yang seharusnya. Bahkan kelompok umat yang pandai di
bidang ilmu mereka masing-masingpun tidak tahu banyak di bidang ajaran
iman Gereja. Motivasi pertobatan juga bermacam-macam dan bisa merupakan
taktik dan manipulatif juga. Ada motivasi menjadi katolik yang tercampur
dengan keinginan menikah dengan pasangannya yang katolik dan motivasi
lain yang tidak murni. Bahkan motivasi panggilan menjadi imam atau hidup
baktipun bisa merupakan taktik dan manipulatif.
Tentang Kitab
Suci yang penuh kontradiksi hampir jelas dengan sendirinya. Yesus dalam
Perjanjian Baru mewartakan Allah Bapa yang penuh kasih, tetapi Umat
Israel Perjanjian Lama mewartakan Yahwe yang membunuh anak sulung Mesir.
Tuhan PL itu gemar perang dan membasmi seluruh suku bangsa yang
sekarang ini namanya genocida atau pembasmian etnis. Sampai-sampai P.
Jan van Paassen mengusulkan kepada seksi Liturgi di Roma untuk merevisi
seluruh Lectionarium (Bacaan Misa) supaya dipilih kutipan yang sesuai
dengan perasaan orang zaman sekarang yang sudah lebih sadar akan hak-hak
azasi manusia. Dan bagian-bagian kontradiksi dari Kitab Suci itu hanya
untuk para ahli saja, bukan untuk awam pada umumnya.
Origines
menjawab semua tuduhan yang dihadapinya pada waktu itu dengan menulis
buku Contra Celsum (melawan Celsus). Ia mulai dengan yang paling dasar
bahwa iman kristiani tidak diwartakan berdasarkan argumentasi. Kebenaran
injil tidak tergantung dari argumentasi manusia dan bahkan tidak
tergantung dari keyakinan seorang kristiani, melainkan tergantung dari
fakta-fakta obyektif dan demonstratif dari wahyu itu sendiri. Pertobatan
seorang kristiani juga tidak berasal dari penyimpulan silogisme.
(Contoh silogisme ialah: Orang Bali pandai menari. Made adalah orang
Bali. Jadi, Made pandai menari. Padahal Made Miasa, Made Putrayasa, Made
Mudita dan Made Yono tidak bisa menari).
Origines menjawab
Celsus dengan mengatakan: Iman kristiani berdasarkan pada kenyataan,
bukan pada argumentasi; yaitu kenyataan tentang kuasa Yesus yang telah
nyata bagi semua orang; kenyataan itu tidak tergantung dari persepsi
orang. Maka sejak awal, Gereja mewartakan Injil bukan dengan
argumentasi, melainkan dengan proklamasi. Memang tidak bisa dihindari
bahwa proklamasi atas kenyataan itu akan menghadapi penolakan.
Walaupun Origines menyatakan bahwa pewartaan Injil tidak berdasaran
argumentasi, namun ia tidak menghindari argumentasi. Sebaliknya, ia
menggunakan seluruh kemampuan rasionalnya juga untuk berargumentasi
membela iman. Ia mengajak umat kristen untuk tidak takut berargumentasi
menghadapi orang yang melawan ajaran iman kita. Ia yakin bahwa iman
kristen tidak bertentangan dengan rasio. Gagasan ini kemudian akan
berkembang menjadi “hukum kodrati” atau lex naturalis yang bisa berarti
“ordo naturae” (hukum alam) dan “ordo rationis” (hukum akal). Hukum
kodrati ini bisa menjadi “landasan bersama” pencarian kebenaran.
Kekristenan tidak berdasarkan pada argumentasi rasional, namun dengan
senang hati akan menawarkan argumentasi rasional untuk menggunakan akal
budi manusia sebagai kunci pembuka pintu masuk menghadapi tantangan
kebudayaan pada setiap zaman, supaya kebenaran Kristus makin nampak
cemerlang di hadapan semua orang.
Sujoko msc
Sumber inspirasi dari :
Dr. Jamie Blosser, Assistant Professor of Theology at Benedictine,
teaches courses in church history, ecclesiology and New Testament
Source : https://www.facebook.com/gerejakatolik/posts/10150697859584638
Tidak ada komentar:
Posting Komentar